Dari
Abu Ayyub Al Anshori, Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya
tentang amalan yang dapat memasukkan ke dalam surga, lantas Rasul menjawab,
تَعْبُدُ اللَّهَ لاَ تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا ، وَتُقِيمُ الصَّلاَةَ ، وَتُؤْتِى الزَّكَاةَ ، وَتَصِلُ الرَّحِمَ
"Sembahlah
Allah, janganlah berbuat syirik pada-Nya, dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat,
dan jalinlah tali silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat)." (HR.
Bukhari no. 5983)
Dari
Abu Bakroh, Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ تَعَالَى لِصَاحِبِهِ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا - مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ فِى الآخِرَةِ - مِثْلُ الْبَغْىِ وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ
"Tidak
ada dosa yang lebih pantas untuk disegerakan balasannya bagi para pelakunya [di
dunia ini] -berikut dosa yang disimpan untuknya [di akhirat]- daripada
perbuatan melampaui batas (kezhaliman) dan memutus silaturahmi (dengan orang
tua dan kerabat)" (HR. Abu Daud no. 4902, Tirmidzi no. 2511, dan Ibnu
Majah no. 4211, shahih)
Abdullah
bin ’Amr berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ ، وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِى إِذَا قَطَعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
”Seorang
yang menyambung silahturahmi bukanlah seorang yang membalas kebaikan seorang
dengan kebaikan semisal. Akan tetapi seorang yang menyambung silahturahmi
adalah orang yang berusaha kembali menyambung silaturahmi setelah sebelumnya
diputuskan oleh pihak lain.” (HR. Bukhari no. 5991)
Abu
Hurairah berkata, "Seorang pria mendatangi Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam dan berkata, "Wahai Rasulullah, saya punya keluarga yang
jika saya berusaha menyambung silaturrahmi dengan mereka, mereka berusaha
memutuskannya, dan jika saya berbuat baik pada mereka, mereka balik berbuat
jelek kepadaku, dan mereka bersikap acuh tak acuh padahal saya bermurah hati
pada mereka". Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,
"Kalau memang halnya seperti yang engkau katakan, (maka) seolah- olah
engkau memberi mereka makan dengan bara api dan pertolongan Allah akan
senantiasa mengiringimu selama keadaanmu seperti itu.” (HR. Muslim no.
2558)
Abdurrahman
ibnu 'Auf berkata bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda,
قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: أَنا الرَّحْمنُ، وَأَنا خَلَقْتُ الرَّحِمَ، وَاشْتَقَقْتُ لَهَا مِنِ اسْمِي، فَمَنْ وَصَلَهَا وَصَلْتُهُ، وَمَنْ قَطَعَهَا بتَتُّهُ
"Allah
’azza wa jalla berfirman: Aku adalah Ar Rahman. Aku menciptakan rahim dan Aku
mengambilnya dari nama-Ku. Siapa yang menyambungnya, niscaya Aku akan menjaga
haknya. Dan siapa yang memutusnya, niscaya Aku akan memutus dirinya."
(HR. Ahmad 1/194, shahih lighoirihi).
Dari
Abu Hurairah, Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ ، وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
"Siapa
yang suka dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah dia
menyambung silaturrahmi." (HR. Bukhari no. 5985 dan Muslim no. 2557)
Ibnu
'Umar radhiyallahu 'anhuma berkata,
مَنِ اتَّقَى رَبَّهُ، وَوَصَلَ رَحِمَهُ، نُسّىءَ فِي أَجَلِه وَثَرَى مَالَهُ، وَأَحَبَّهُ أَهْلُهُ
"Siapa
yang bertakwa kepada Rabb-nya dan menyambung silaturrahmi niscaya umurnya akan
diperpanjang dan hartanya akan diperbanyak serta keluarganya akan mencintainya."
(Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 58, hasan)
Memang
terjadi salah kaprah mengenai istilah silaturahmi di tengah-tengah kita
sebagaimana yang dimaksudkan dalam hadits-hadits di atas. Yang tepat, menjalin
tali silaturahmi adalah istilah khusus untuk berkunjung kepada orang tua,
saudara atau kerabat. Jadi bukanlah istilah umum untuk mengunjungi orang
sholeh, teman atau tetangga. Sehingga yang dimaksud silaturahmi akan
memperpanjang umur adalah untuk maksud berkunjung kepada orang tua dan kerabat.
Ibnu Hajar dalam Al Fath menjelaskan, "Silaturahmi dimaksudkan untuk
kerabat, yaitu yang punya hubungan nasab, baik saling mewarisi ataukah tidak,
begitu pula masih ada hubungan mahrom ataukah tidak." Itulah makna
yang tepat.
Wallahu
waliyyut taufiq.