MULTIPEL SKLEROSIS
1.
Pengertian
Sklerosis
multipel (MS) merupakan kadaan kronis, panyakit sisten saraf pusat deganeratif dikarakteristikan
oleh adanya bercak kecil demielinasi pada otak dan medulla spinalis. (
Brunner & suddarth, keperawatan medikal bedah,(2002) hal 2182 )
Sklerosis
multipel adalah penyakit degenerative system syaraf pusat
(ssp) kronis yang meliputi kerusakan (material lemak dan
protein ).
2.
Etiologi
Penyebab MS belum diketahui secara pasti namun ada dugaan
berkaitan dengan virus dan mekanisme autoimun (Clark, 1991). Ada juga yang
mengaitkan dengan factor genetic.
Ada beberapa factor pencetus, antara lain :
• Kehamilan
• Infeksi yang disertai demam
• Stress emosional
• Cedera
Ada beberapa factor pencetus, antara lain :
• Kehamilan
• Infeksi yang disertai demam
• Stress emosional
• Cedera
Faktor presipitasi yang mungkin termasuk infeksi, cedera
fisik dan strees emosional, kelelahan berlebihan kehamilan ataupun
seperti faktor ini :
• Gangguan autoimun (kemungkinan dirangsang / infeksi virus)
• Kelainan pada unsur pokok lipid mielin
• Racun yang beredar dalam CSS
• Infeksi virus pada SSP
• Gangguan autoimun (kemungkinan dirangsang / infeksi virus)
• Kelainan pada unsur pokok lipid mielin
• Racun yang beredar dalam CSS
• Infeksi virus pada SSP
3. PATOFISIOLOGI
Focus multipel demyelinasi tersebar secara acak pada
benda putih batang otak, mendula spiralis, saraf optik dan otak. Pada proses
demyelinasi (degenerasi primer, selaput myelin dan selaput sel rusak tapi masih
terdapat cadangan baru dari akson silinder. Kerusakan pembungkus myelin bagian
luar menyebabkan terputusnya dan kekacauan impuls sehingga impuls menjadi
lambat dan terhambat. Terdapat bukti ada penyembuhan persial di daerah yang
degenerasi yang menimbulkan gejala dini. Degenerasi pada pada tingkat lanjut
menjalar kedaeah benda kelabu dari medula spiralis sehingga penyembuhan menjadi
sedikit harapan.
Walaupun
pada permukaan jaringan otak nampak normal berat otak menjadi turun dan
vertikel menjadi besar. Karena penyebaran degenerasi yang luas, berbagai
tanda-tanda dan gejala-gejala multipel sclerosis lebih banyak daripada penyakit
neurologis yang lain. Penyakit
kronis dan suka berhenti dan timbul kembali. Kebanyakan orang sembuh dari
episode pertama dengan remise berlangsung satu tahun atau lebih. Eksaserbasi
menjadi lebih parah atau didahului dengan keletihan, menggigil dan gangguan
emosi. Pada kasus yang jarang suka diakhiri dengan kematian setelah beberapa
tahun dari serangan awal.
4. Manifestasi Klinis
·
Kelelahan
·
Kehilangan
keseimbangan
·
Lemah
·
Kebas,
kesemutan
·
Kesukaran
koordinasi
·
Gangguan
penglihatan – diplobia, buta parsial / total
·
Kelemahan
ekstermitas spastik dan kehilangan refleks abdomen
·
Depresi
·
Afaksia
5.
Klasifikasi
Menurut Basic Neurologi (Mc. Graw Hill,2000),ada beberapa
kategori sklerosis multipel berdasarkan
progresivitasnya adalah :
·
Relapsing
Remitting sklerosis multiple
Ini adalah jenis MS yang klasik yang
sering kali timbul pada akhir usia belasan atau dua puluhan tahun diawali
dengan suatu erangan hebat yang kemudian diikuti dengan kesembuhan semu.Yang
dimaksud dengan kesembuhan semu adalah setelah serangan hebat penderita terlihat
pulih.Namun sebenarnya,tingkat kepulihan itu tidak lagi sama dengan tingkat
kepulihan sebelum terkena serangan.sebenarnya kondisinya adalah sedikit demi
sedikit semakin memburuk.jika sebelum terkena serangan hebat pertama penderita
memiliki kemampuan motorik dan sensorik, Hampir 70% penderita sklerosis
multipel pada awalnya mengalami kondisi ini, setelah beberapa kali
mengalami serangan hebat, jenis sklerosis multipel ini akan berubah
menjadi Secondary Progressiv sklerosis multiple.
·
Primary
Progresssiv MS
Pada jenis ini kondisi penderita terus memburuk ada saat –
saat penderita tidak mengalami penurunan kondisi, namun jenis
sklerosis multipel ini tidak mengenal istilah kesembuhan semu. Tingkat
progresivitanya beragam pada tingakatan yang paling parah, penderita sklerosis
multipel jenis ini biasa berakhir dengan kematian.
·
Secondary
Progressiv sklerosis multiple
Ini adalah kondisi lanjut dari Relapsing Remitting sklerosis
multipel. Pada jenis ini kondisi penderita menjadi serupa pada kondisi penderita
Primary Progresssiv sklerosis multipel.
·
Benign
sklerosis multiple
Sekitar 20% penderita sklerosis multipel jinak ini. Pada
jenis sklerosis multipel ini penderita mampu menjalani kehidupan seperti orang
sehat tanpa begantung pada siapapun. Serangan – serangan yang diderita pun
umumnya tidak pernah berat sehingga para penderita sering tidak menyadari bahwa
dirinya menderita sklerosis multipel.
6. Komplikasi
·
Infeksi
saluran kemih
·
Konstipasi
·
Dekubitus
·
Edema
pada kaki
·
Pneumonia
7. Pemeriksaan
penunjang
·
Pemeriksaan
elektroforesis terhadap CSS : untuk mengungkapkan adanya ikatan oligoklonal (
beberapa pita imunoglobulin G [ IgG ] ), yang menunjukkan abnormalitas
immunoglobulin.
·
Pemeriksaan
potensial bangkitan : dilakukan untuk memebantu memastikan luasnya proses
penyakit dan dan memantau perubahan penyakit.
·
CT
scan : dapat menunjukkan atrofi serabral
·
MRI
untuk memperlihatkan plak-plak kecil dan untuk mengevaluasi perjalanan penyakit
dan efek pengobatan.
·
Pemeriksaan
urodinamik untuk mengetahui disfungsi kandung kemih.
·
Pengujian
neuropsikologik dapat diindikasikan untuk mengkaji kerusakan kognitif.
8. Penatalaksanaan
·
Farmakoterapi
Ø Kortikosteroid dan ACTH : digunakan
sebagai agens anti-inflamasi yang dapat meningkatkan konduksi saraf.
Ø Beta interferon ( betaseron ) :
digunakan dalam perjalanan relapsing-remittting, dan juga menurunkan secara
signifikan jumlah dan beratnya eksaserbasi.
Ø Modalitas lain ( radiasi, kopolimer,
dan kladribin ) sebagai pengobatan yang mungkin untuk bentuk multipel sclerosis
progresif
Ø Baklofen : sebagai agens
antispasmodic merupakan pengobatan yang dipilih untuk spastisitas.
·
Keperawatan
Ø Meningkatkan mobilitas fisik (
relaksasi dan koordinasi latihan otot ).
Ø Pasien dianjurkan untuk melakukan
aktifitas melelahkan dalam waktu singkat.
9.
KONSEP
DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
- Pengkajian
Ø Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, no. register, dan diagnosis medis.
Ø Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien dan keluarga
untuk meminta bantuan medis adalah kelemahan anggota gerak, penurunan daya
ingat, gangguan sensorik, dan penglihatan.
Ø Riwayat penyakit sekarang
Pada
anamesis sering klien mengeluhkan parestesia ( baal, perasaan geli, perasaan
mati atau tertusuk-tusuk jarum dan peniti ), kekaburan penglihatan lapang
pandang yang makin menyempit dan klien sering mengeluh tungkainya
seakan-akan meloncat secara sepontan terutama apabila ia sedang berada di tempat
tidur. Mersa lelah dan berat pada satu tungkai, dan pada waktu berjalan
terlihat jelas kaki yang sebelah terseret maju, dan pengontrolannya kurang
sekali dan sering juga mengeluh retensi akut dan inkontinensial.
Ø Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian
yang perlu dikaji meliputi : adanya riwayat infeksi virus pada masa kanak-kanak
yang menyebabkan multipel sklerosis pada waktu mulai menginjak usia pada masa
dewasa muda. Virus campak (rubella) diduga menjadi penyebab penyakit ini.
Ø Riwayat penyakit keluarga
Penyakit
ini sedikit lebih banyak ditemukan diantara keluarga yang pernah menderita
penyakit tersebut, yaitu kira-kira 5-8 kali lebih sering pada keluarga dekat.
Ø Pengkajian psikososiospritual
Pangakjian
mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respon emosi klien terhdap
penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respon atau pengarunya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam
kelurga maupun dalam masyarakat.
2. Pemeriksaan
fisik
Ø Keadaan umum
Klien
dengan multipel sclerosis umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran. Adanya
perubahan pada TTV, meliputi : bradikardia, hipotensi, dan penurunan frekuensi
pernafasan berhubungan dengan bercak lesi di medulla spinalis.
B1
( Breathing )
Pada
umunya, klien dengan multipel sklerosis tidak mengalami gangguan pada system
pernapasan. Pemeriksaan fisik yang didapat mencakup hal-hal sebagai berikut.
B2
( Blood )
Pada
umumnya, klien dengan multipel sklerosis tidak mengalami gangguan pada system
kardiovaskular. Akibat dari tirah baring lama dan inaktivitas biasanya klien
mengalami hipotensi postural.
B3
( Brain )
Pengkajian
B3 atau Brain merupakan pemeriksaan vokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada system lain. Inspeksi umum didapatkan berbagai manifestasi
akibat dari perubahan tingka laku.
Ø Pengkajian tingkat kesadaran
Tingkat
kesadaran klien biasanya komposmentis
Ø Pengkajian fungsi saraf serebral
Status
mental : biasanya sttus mental klien mengalami perubahan yang berhubungan
dengan penurunan status kognitif penurunan persepsi dan penurunan memori,
baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Ø Pengkajian saraf kranial
Pengkajian
ini meliputi : pengkajian saraf kranial I- XII
·
Saraf
I : biasanya pada klien multipel sklerosis tidak memiliki kelainan fungsi
penciuman.
·
Saraf
II : tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan penurunan ketajaman
penglihatan.
·
Saraf
III, IV, dan VI : pada beberapa kasus penyakit multipel sklerosis biasanya
tidak ditemukan adanya kelainan pada saraf ini.
·
Saraf
V : wajah simetris dan tidak ada keleinan.
·
Saraf
VII : presepsi pengecapan dalam batas normal.
·
Saraf
VIII : tidak ditemukan adanya tuli kondusif dan tuli presepsi.
·
Saraf
IX dan X : didapatkan kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan
perubahan status kognitif.
·
Saraf
XI : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
·
Saraf
XII : lidah simetris, tidak ada defiasi pda satu sisi dan tidak ada vasikulasi,
indra pengecapan normal
Ø Pengkajian system motorik
Kelemahan
spastik anggota gerak, dengan manifestasi berbagai gejala, meliputi kelemahan
anggota gerak pada satu sisi tubuh atau terbagi secara asimetris pada keempat
anggota gerak.
Merasa
lelah dan berat pada satu tungkai, dan pada waktu berjalan terlihat jelas yang
sebekah terseret maju,serta pengontrolan yang buruk.
Klien
dapat mengeluh tungkainya seakan-akan meloncat secara trauma spontan terutama
jika pasien sedang berada di tempat tidur
Keadaan
spastis yang lebih berat disertai spasme otot yang nyeri.
Ø Pengkajian refleks
Berikiut dijelaskan beberapa
pengkajian refleks :
Refleks tendon hiperaktif dan
refleks-refleks abdominalis tidak ada
Respon plantar berupa ekstensor (
tanda Babinski). Tanda ini merupakan indikasi terseranganya lintasan
kortikospinsl.
Ø Pengkajian system sensorik
Gangguan
sensorik. Parestesia ( baal, perasaan geli, perasaan mati rasa atau
tertususk-tusuk jarum dan peniti ). Gangguan proprioseptif sering menimbulkan
ataksia sensori dan inkoordinasi lengan. Sensasi getar serigkali menghilang.
B4
( Bladder )
Disfungsi
kandung kemih. Lesi pada traktus kortikospinalis menimbulkan gangguan
pengaturan sfingter sehingga timbul keraguan, frekuensi dan urgensi yang
menunjukkan berkurangnya kapasitas kandung kemih yang spastis. Selain itu juga
sering menimbulkan retensi akut dan inkontinensial.
B5
( Bowel )
Pemenuhan
nutrisi berkurang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang karena
kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif. Penurunan akitfitas umum
klien sering mengalami konstipasi.
B6
( Bone )
Pada
beberapa keadaan klien multipel sclerosis bisanya didapatkan adanya kesulitan
untuk beraktifitas karena kelemahan spastik anggota gerak. Kelemahan anggota
gerak pada satu sisi tubuh atau terbagi secara asimetri pada keempat anggota
gerak. Resiko dari multipel sklrosis terhadap system ini berupa komplikasi
sekunder, seperti resiko kerusakaan integritas jaringan kulit ( decubitus )
akibat penekanan tempat dari tirah baring lama, deformitas kontraktur, dan
edema dependen pada kaki.
- Diagnosis keperawatan
1)
Hambatan mobilitas fisik yang b.d kelemahan, paresis, dan spastisitas
2)
Resiko tinggi kontraktur sendi yang b.d penurunan aktifitas sekunder
hambatan mobilitas fisik
3) Resiko
terhadap cedera yang b.d kerusakan sensori penglihatan
4)
Defisi perawatan diri ( makan, minum, berpakaian , higiene ) yang b.d
perubahan kemampuan merawat diri sendiri, kelemahan fisik spastis
5)
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang b.d asupan nutrisi yan
tidak adekuat
6)
Perubahan eliminasi urin dan fekal yang b.d disfungsi medulla spinalis
7)
Resiko tinggi kerusakan integritas jaringan yang b.d tirah baring lama
8)
Perubahan proses pikir ( kehilangan memori, demensia, euphoria ) yang b.d
disfungsi serebral
9)
Kerusakan penataklaksanaan pemeliharaan di rumah yang b.d keterbatasan
fisik, psikologis, dan social
10) Resiko disfungsi seksual
yang b.d keterlibatan atau reaksi psikologis terhadap kondisi
Perencanaan
Sasaran
utama untuk klien mencakup peningkatan mobilitas fisik, menghindari cedera,
pencapaian kontinens kandung kemih dan usus, perbaikan funsi kognitif,
perkembangan kekuatan koping, perbaikan perawatan diri, dan adaptasi terhadap
difungsi seksual.
Ø Intervensi dan Rasional
Dix 1 :
Hambatan mobilitas fisik yang b.d kelemahan, paresis, dan spastisitas
Tujuan :
Dalam waktu 3 x 24 jam klien mampu melaksanakan aktifitas fisik sesuai dengan
kemampuannya
Kriteria :
- Klien dapat ikut serta dalam program latihan
- Tidak terjadi kontraktor sendi
- Bertambahnya kekuatan otot
- Klien menunjukkan tindakkan untuk meningkatkan mobilitas
Intervensi
- Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan, kaji secara teratur fungsi motoric
R/ mengetahui
tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
- Modifikasi peningkatan mobilitas fisik
R/
relaksasi dan koordinasi latihan otot meningkatkan efisiensi otot pada klien
multipel sklerosis.
- Anjurkan teknik aktifitas dan teknik istirahat
R/ klien
dianjurkan untuk melakukan aktifitas melelahkan dalam waktu singkat, karena
lamanya latihan yang melelahkan ekstremitas dapat menyebabkan paresis, kebas,
atau tidak ada koordinasi.
- Ajarkan teknik latihan jalan
R/
Latihan berjalan meningkatkan gaya berjalan, karena umumnya pada keadaan
tersebut kaki dan telapak kaki kehilangan sensasi positif.
- Ubah posisi klien tiap 2 jam
R/
menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek
pada daerah yang tertekan.
- Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak sakit
R/ Gerakan
aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki funsi jantung
dan pernapasan
- Lakukan gerak pasif pada ekstermitas yang sakit.
R/ otot
volunteer akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk
digerakan.
- Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi
R/ untuk
memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuannya
- Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
R/
peningkatan kemampuan dalam mobilisasi ektremitas dapat ditingkatkan dengan
latihan fisik dari tim fisioterapi
Dix 2 :
Resiko cedera yang b.d kerusakan sensori dan penglihatan, dampak tirah baring
lama dan kelemahan spastis
Tujuan :
dalam waktu 3x 24 jam resiko trauma tidak terjadi
Kriteria :
- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan trauma
- Decubitus tidak terjadi
- Kontraktur sendi tidak terjadi
- Klien tidak jatuh dari tempat tidur
Intervensi
- Pertahankan tirah baring dan imobilisasi sesuai indikasi
R/
meminimalkan rangsangan nyeri akibat gesekkan antara fragmen tulang dengan
jaringan lunak disekitarnya
- Berikan kacamata yang sesuai dengan klien
R/ tameng
mata atau kacamata penutup dapat digunakan untuk memblok implus penglihatan
pada satu mata bila klien mengalami diplopia atau penglihatan ganda
- Minimalkan efek imobilitas.
R/ oleh
karena aktifitas fisik dan imobilisasi sering terjadi pada multipel sklerosis,
maka komlikasi yang di hubungkan dengan imobilisasi mencakup dekubitus dan
langka untuk mencegahnya
- Modifikasi pencegahan cedera :
R/
pencegahan cedera dilakukan pada klien multipel sklerosis jika disfungsi
motorik menyebabkan masalah dalam tidak ada koordinasi dan adanya kekakuan atau
jika ataksia ada, klien resiko jatuh.
- Modifikasi lingkungan
R/ untuk
mengatasi ketidak mampuan, klien di anjurkan untuk dengan kaki kosong pada
ruang yang luas untuk menyediakan dasar yang luas dan untuk meningkatkan
kemampuan berjalan dengan stabil
- Ajarkan teknik berjalan
R/ jika
kehilangan sensasi terhadap posisi tubuh, klien di anjurkan untuk melihat kaki
sambil berjalan
- Berikan terapi okupasi
R/ terapi
okupasi merupakan sumber yang membantu individu dalam memberi anjuran dan
menjamin bantuan untuk maningkatkan kemandirian
- Meminimalkan resiko decubitus
R/ oleh
karena hilangnya sensori dapat menyebabkan bertambahnya kehilangan gerakkan
motoric. Decubitus terus diatasi untuk inegritas kulit. Penggunaan kursi roda
meningkatkan resiko.
- Inspeksi kulit dibagian distal setiap hari ( pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan, atau lecet-lecet )
R/ deteksi
dini adanya gangguan sirkulasi dan hilangnya sensasi resiko tinggi kerusakan
integritas kulit kemungkinan komplikasi imobilisasi
- Minimalkan spastisitas dan kontraktur
R/
spastisitas otot biasa terjadi dan terjadi pada tahap lanjut, yang terlihat
dalam bentuk addukor yang berat pada pinggul, dengan spasme fleksor pada
pinggul dan lutut.
- Ajarkan teknik latihan
R/ latihan
setiap hari untuk menguatkan otot diberikan untuk meminimalkan kontraktur
sendi. Perhatian khusus diberikan pada otot-otot paha, otot gatroknemeus,
adductor, biseps dan pergelangan tangan, serta fleksor jari-jari
- Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki
R/ telapak
kaki dalam posisi 90 derajad dapat mencegah footdrop
- Evaluasi tanda / gejala perluasan cedera jaringan ( peradangan lokal / sistemik, sperti peningkatan nyeri, edema dan demam )
R/ menilai
perkembangan masalah klien
Dix 3 :
Perubahan pola eliminasi urin yang b.d kelumpuhan saraf perkemihan
Tujuan :
dalam waktu 2 x 24 jam eliminasi urin terpenuhi
Kriteria
hasil :
- Pemenuhan eliminasi urin dapat dilaksanakan dengan atau tidak mengguanakan keteter
- Produksi 50 cc/jam
- Keluhan eliminasi urin tidak ada
Intervensi
- Kaji pola berkemih dan catat urin setiap 6 jam
R/
mengetahui fungsi ginjal
- Tingkatkan kontrol berkemih :
- Berikan dukungan pada klien tentang pemenuhan eliminasi urin
- Modifikasi kebutuhan untuk berkemih
- Lakukan jadwal berkemih
- Ukur jumlah urin tiap 2 jam
- Bantu cara penggunaan obat-obatan
- Keteter intermiten
R/ jadwal
berkemih diatur awalnya setiap 1 sampai 2 jam dengan perpanjangan interfal
waktu bertahap. Klien diinstruksikan untuk mengukur jumlah air yang di minum
setiap 2 jam dan mencoba untuk berkemih 30 menit setelah minum.
- Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih
R/
menialai perubahan akibat dari inkontinensial urin
- Anjurkan klien untuk minum 2000 cc/hari
R/
mempertahankan funsi ginjal
DAFTAR PUSTAKA
Mutaqin
Arif, Asuhan keperawatan klien dangan gangguan system persyarafan,( 2008 ),ed 6
vol.2 salemba medical. Jakarta
Brunner
& suddarth, keperawatan medikal bedah,(2002),ed 8 vol.3 EGC. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar