cctv

Senin, 09 Juli 2012

laporan pendahuluan multipel sklerosis



 MULTIPEL SKLEROSIS


1.      Pengertian
Sklerosis multipel (MS) merupakan kadaan kronis, panyakit sisten saraf pusat deganeratif dikarakteristikan oleh adanya bercak kecil demielinasi pada otak dan medulla spinalis. ( Brunner & suddarth, keperawatan medikal bedah,(2002) hal 2182 )
Sklerosis multipel adalah penyakit  degenerative  system syaraf  pusat (ssp) kronis yang  meliputi  kerusakan  (material lemak dan protein ).

2.      Etiologi
Penyebab MS belum diketahui secara pasti namun ada dugaan berkaitan dengan virus dan mekanisme autoimun (Clark, 1991). Ada juga yang mengaitkan dengan factor genetic.
Ada beberapa factor pencetus, antara lain :
•    Kehamilan
•    Infeksi yang disertai demam
•    Stress emosional
•    Cedera
Faktor presipitasi yang mungkin termasuk infeksi, cedera fisik dan strees emosional, kelelahan berlebihan kehamilan ataupun  seperti faktor ini :
•    Gangguan autoimun (kemungkinan dirangsang / infeksi virus)
•    Kelainan pada unsur pokok lipid mielin
•    Racun yang beredar dalam CSS
•     Infeksi virus pada SSP

3.      PATOFISIOLOGI
          Focus multipel demyelinasi tersebar secara acak pada benda putih batang otak, mendula spiralis, saraf optik dan otak. Pada proses demyelinasi (degenerasi primer, selaput myelin dan selaput sel rusak tapi masih terdapat cadangan baru dari akson silinder. Kerusakan pembungkus myelin bagian luar menyebabkan terputusnya dan kekacauan impuls sehingga impuls menjadi lambat dan terhambat. Terdapat bukti ada penyembuhan persial di daerah yang degenerasi yang menimbulkan gejala dini. Degenerasi pada pada tingkat lanjut menjalar kedaeah benda kelabu dari medula spiralis sehingga penyembuhan menjadi sedikit harapan.
          Walaupun pada permukaan jaringan otak nampak normal berat otak menjadi turun dan vertikel menjadi besar. Karena penyebaran degenerasi yang luas, berbagai tanda-tanda dan gejala-gejala multipel sclerosis lebih banyak daripada penyakit neurologis yang lain. Penyakit kronis dan suka berhenti dan timbul kembali. Kebanyakan orang sembuh dari episode pertama dengan remise berlangsung satu tahun atau lebih. Eksaserbasi menjadi lebih parah atau didahului dengan keletihan, menggigil dan gangguan emosi. Pada kasus yang jarang suka diakhiri dengan kematian setelah beberapa tahun dari serangan awal.

4.      Manifestasi Klinis
·         Kelelahan
·         Kehilangan keseimbangan
·         Lemah
·         Kebas, kesemutan
·         Kesukaran koordinasi
·         Gangguan penglihatan – diplobia, buta parsial / total
·         Kelemahan ekstermitas spastik dan kehilangan refleks abdomen
·          Depresi
·         Afaksia

5.      Klasifikasi
Menurut Basic Neurologi (Mc. Graw Hill,2000),ada beberapa kategori sklerosis       multipel berdasarkan progresivitasnya adalah :
·         Relapsing Remitting sklerosis multiple
Ini adalah jenis MS yang klasik yang sering kali timbul pada akhir usia belasan atau dua puluhan tahun diawali dengan suatu erangan hebat yang kemudian diikuti dengan kesembuhan semu.Yang dimaksud dengan kesembuhan semu adalah setelah serangan hebat penderita terlihat pulih.Namun sebenarnya,tingkat kepulihan itu tidak lagi sama dengan tingkat kepulihan sebelum terkena serangan.sebenarnya kondisinya adalah sedikit demi sedikit semakin memburuk.jika sebelum terkena serangan hebat pertama penderita memiliki kemampuan motorik dan sensorik, Hampir 70% penderita sklerosis multipel  pada awalnya mengalami kondisi ini, setelah beberapa kali mengalami serangan hebat, jenis sklerosis multipel  ini akan berubah menjadi Secondary Progressiv sklerosis multiple.
·         Primary Progresssiv MS
Pada jenis ini kondisi penderita terus memburuk ada saat – saat  penderita tidak  mengalami penurunan kondisi, namun jenis sklerosis multipel  ini tidak mengenal istilah kesembuhan semu. Tingkat progresivitanya beragam pada tingakatan yang paling parah, penderita sklerosis multipel jenis ini biasa berakhir dengan kematian.
·         Secondary Progressiv sklerosis multiple
Ini adalah kondisi lanjut dari Relapsing Remitting sklerosis multipel. Pada jenis ini kondisi penderita menjadi serupa pada kondisi penderita Primary Progresssiv sklerosis multipel.
·         Benign sklerosis multiple
Sekitar 20% penderita sklerosis multipel jinak ini. Pada jenis sklerosis multipel ini penderita mampu menjalani kehidupan seperti orang sehat tanpa begantung pada siapapun. Serangan – serangan yang diderita pun umumnya tidak pernah berat sehingga para penderita sering tidak menyadari bahwa dirinya menderita sklerosis multipel.
6.      Komplikasi
·         Infeksi saluran kemih
·         Konstipasi
·         Dekubitus
·         Edema pada kaki
·         Pneumonia

7.      Pemeriksaan penunjang
·         Pemeriksaan elektroforesis terhadap CSS : untuk mengungkapkan adanya ikatan oligoklonal ( beberapa pita imunoglobulin G [ IgG ] ), yang menunjukkan abnormalitas immunoglobulin.
·         Pemeriksaan potensial bangkitan : dilakukan untuk memebantu memastikan luasnya proses penyakit dan dan memantau perubahan penyakit.
·         CT scan : dapat menunjukkan atrofi serabral
·         MRI untuk memperlihatkan plak-plak kecil dan untuk mengevaluasi perjalanan penyakit dan efek pengobatan.
·         Pemeriksaan urodinamik untuk mengetahui disfungsi kandung kemih.
·         Pengujian neuropsikologik dapat  diindikasikan untuk mengkaji kerusakan kognitif.

8.      Penatalaksanaan
·         Farmakoterapi
Ø  Kortikosteroid dan ACTH : digunakan sebagai agens anti-inflamasi yang dapat meningkatkan konduksi saraf.
Ø  Beta interferon ( betaseron ) : digunakan dalam perjalanan relapsing-remittting, dan juga menurunkan secara signifikan jumlah dan beratnya eksaserbasi.
Ø  Modalitas lain ( radiasi, kopolimer, dan kladribin ) sebagai pengobatan yang mungkin untuk bentuk multipel sclerosis progresif
Ø  Baklofen : sebagai agens antispasmodic merupakan pengobatan yang dipilih untuk spastisitas.
·         Keperawatan
Ø  Meningkatkan mobilitas fisik ( relaksasi dan koordinasi latihan otot ).
Ø  Pasien dianjurkan untuk melakukan aktifitas melelahkan dalam   waktu singkat.

9.      KONSEP  DASAR  ASUHAN  KEPERAWATAN
  1. Pengkajian
Ø  Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, no. register, dan diagnosis medis.

Ø  Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien dan keluarga untuk meminta bantuan medis adalah kelemahan anggota gerak, penurunan daya ingat, gangguan sensorik, dan penglihatan.

Ø  Riwayat penyakit sekarang
Pada anamesis sering klien mengeluhkan parestesia ( baal, perasaan geli, perasaan mati atau tertusuk-tusuk jarum dan peniti ), kekaburan penglihatan lapang pandang yang makin menyempit dan  klien sering  mengeluh tungkainya seakan-akan meloncat secara sepontan terutama apabila ia sedang berada di tempat tidur. Mersa lelah dan berat pada satu tungkai, dan pada waktu berjalan terlihat jelas kaki yang sebelah terseret maju, dan pengontrolannya kurang sekali dan sering juga mengeluh retensi akut dan inkontinensial.
Ø  Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu dikaji meliputi : adanya riwayat infeksi virus pada masa kanak-kanak yang menyebabkan multipel sklerosis pada waktu mulai menginjak usia pada masa dewasa muda. Virus campak (rubella) diduga menjadi penyebab penyakit ini.
Ø  Riwayat penyakit keluarga
Penyakit ini sedikit lebih banyak ditemukan diantara keluarga yang pernah menderita penyakit tersebut, yaitu kira-kira 5-8 kali lebih sering pada keluarga dekat.
Ø  Pengkajian psikososiospritual
Pangakjian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respon emosi klien terhdap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengarunya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kelurga maupun dalam masyarakat.
2.      Pemeriksaan fisik
Ø  Keadaan  umum
Klien dengan multipel sclerosis umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran. Adanya perubahan pada TTV, meliputi : bradikardia, hipotensi, dan penurunan frekuensi pernafasan berhubungan dengan bercak lesi di medulla spinalis.
B1 ( Breathing )
Pada umunya, klien dengan multipel sklerosis tidak mengalami gangguan pada system pernapasan. Pemeriksaan fisik yang didapat mencakup hal-hal sebagai berikut.
B2 ( Blood )
Pada umumnya, klien dengan multipel sklerosis tidak mengalami gangguan pada system kardiovaskular. Akibat dari tirah baring lama dan inaktivitas biasanya klien mengalami hipotensi postural.
B3 ( Brain )
Pengkajian B3 atau Brain merupakan pemeriksaan vokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada system lain. Inspeksi umum didapatkan berbagai manifestasi akibat dari perubahan tingka laku.
Ø  Pengkajian tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien biasanya komposmentis
Ø  Pengkajian fungsi saraf serebral
Status mental : biasanya sttus mental klien mengalami perubahan yang berhubungan dengan penurunan status kognitif  penurunan persepsi dan penurunan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Ø  Pengkajian saraf kranial
Pengkajian ini meliputi : pengkajian saraf kranial I- XII
·         Saraf  I : biasanya pada klien multipel sklerosis tidak memiliki kelainan fungsi penciuman.
·         Saraf  II : tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan penurunan ketajaman penglihatan.
·         Saraf  III, IV, dan VI : pada beberapa kasus penyakit multipel sklerosis biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada saraf ini.
·         Saraf  V : wajah simetris dan tidak ada keleinan.
·         Saraf  VII : presepsi pengecapan dalam batas normal.
·         Saraf  VIII : tidak ditemukan adanya tuli kondusif dan tuli presepsi.
·         Saraf  IX dan X : didapatkan kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan perubahan status kognitif.
·         Saraf  XI : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
·         Saraf  XII : lidah simetris, tidak ada defiasi pda satu sisi dan tidak ada vasikulasi, indra pengecapan normal

Ø  Pengkajian system motorik
Kelemahan spastik anggota gerak, dengan manifestasi berbagai gejala, meliputi kelemahan anggota gerak pada satu sisi tubuh atau terbagi secara asimetris pada keempat anggota gerak.
Merasa lelah dan berat pada satu tungkai, dan pada waktu berjalan terlihat jelas yang sebekah terseret maju,serta pengontrolan yang buruk.
Klien dapat mengeluh tungkainya seakan-akan meloncat secara trauma spontan terutama jika pasien sedang berada di tempat tidur
Keadaan  spastis yang lebih berat disertai  spasme otot yang nyeri.
Ø  Pengkajian refleks
Berikiut dijelaskan beberapa pengkajian refleks :
Refleks tendon hiperaktif dan refleks-refleks abdominalis tidak ada
Respon plantar berupa ekstensor ( tanda Babinski). Tanda ini merupakan indikasi terseranganya lintasan kortikospinsl.

Ø  Pengkajian system sensorik
Gangguan sensorik. Parestesia ( baal, perasaan geli, perasaan mati rasa atau tertususk-tusuk jarum dan peniti ). Gangguan proprioseptif sering menimbulkan ataksia sensori dan inkoordinasi lengan. Sensasi getar serigkali menghilang.
B4 ( Bladder )
Disfungsi kandung kemih. Lesi pada traktus kortikospinalis menimbulkan gangguan pengaturan sfingter  sehingga timbul keraguan, frekuensi dan urgensi yang menunjukkan berkurangnya kapasitas kandung kemih yang spastis. Selain itu juga sering menimbulkan retensi akut dan inkontinensial.
B5 ( Bowel )
Pemenuhan nutrisi berkurang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang karena kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif. Penurunan akitfitas umum klien sering mengalami konstipasi.
B6 ( Bone )
Pada beberapa keadaan klien multipel sclerosis bisanya didapatkan adanya kesulitan untuk beraktifitas karena kelemahan spastik anggota gerak. Kelemahan anggota gerak pada satu sisi tubuh atau terbagi secara asimetri pada keempat anggota gerak. Resiko dari multipel sklrosis terhadap system ini berupa komplikasi sekunder, seperti resiko kerusakaan integritas jaringan kulit ( decubitus ) akibat penekanan tempat dari tirah baring lama, deformitas kontraktur, dan edema dependen pada kaki.
  1. Diagnosis keperawatan
1)      Hambatan mobilitas fisik yang b.d  kelemahan, paresis, dan spastisitas
2)      Resiko tinggi kontraktur sendi yang b.d  penurunan aktifitas sekunder hambatan mobilitas fisik
3)      Resiko terhadap cedera yang b.d  kerusakan sensori penglihatan
4)      Defisi perawatan diri ( makan, minum, berpakaian , higiene ) yang b.d  perubahan kemampuan merawat diri sendiri, kelemahan fisik spastis
5)      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang b.d  asupan nutrisi yan tidak adekuat
6)      Perubahan eliminasi urin dan fekal yang b.d  disfungsi medulla spinalis
7)      Resiko tinggi kerusakan integritas jaringan yang b.d  tirah baring lama
8)      Perubahan proses pikir ( kehilangan memori, demensia, euphoria ) yang b.d  disfungsi serebral
9)      Kerusakan penataklaksanaan pemeliharaan di rumah yang b.d  keterbatasan fisik, psikologis, dan social
10)  Resiko disfungsi seksual yang b.d  keterlibatan atau reaksi psikologis terhadap kondisi

Perencanaan
Sasaran utama untuk klien mencakup peningkatan mobilitas fisik, menghindari cedera, pencapaian kontinens kandung kemih dan usus, perbaikan funsi kognitif, perkembangan kekuatan koping, perbaikan perawatan diri, dan adaptasi terhadap difungsi seksual.

Ø Intervensi dan Rasional
Dix 1 : Hambatan mobilitas fisik yang b.d kelemahan, paresis, dan spastisitas
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam klien mampu melaksanakan aktifitas fisik sesuai dengan kemampuannya


Kriteria :
  • Klien dapat  ikut serta dalam program latihan
  • Tidak terjadi kontraktor sendi
  • Bertambahnya kekuatan otot
  • Klien menunjukkan tindakkan untuk meningkatkan mobilitas
Intervensi
  • Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan, kaji secara teratur fungsi motoric
R/ mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
  • Modifikasi peningkatan mobilitas fisik
R/ relaksasi dan koordinasi latihan otot meningkatkan efisiensi otot pada klien multipel sklerosis.
  • Anjurkan teknik aktifitas dan teknik istirahat
R/ klien dianjurkan untuk melakukan aktifitas melelahkan dalam waktu singkat, karena lamanya latihan yang melelahkan ekstremitas dapat menyebabkan paresis, kebas, atau tidak ada koordinasi.
  • Ajarkan teknik latihan jalan
R/  Latihan berjalan meningkatkan gaya berjalan, karena umumnya pada keadaan tersebut kaki dan telapak kaki kehilangan sensasi positif.
  • Ubah posisi klien tiap 2 jam
R/ menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan.
  • Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak sakit
R/ Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki funsi jantung dan pernapasan
  • Lakukan gerak pasif pada ekstermitas yang sakit.
R/ otot volunteer akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakan.
  • Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi
R/ untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuannya
  • Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
R/ peningkatan kemampuan dalam mobilisasi ektremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapi
Dix 2 : Resiko cedera yang b.d kerusakan sensori dan penglihatan, dampak tirah baring lama dan kelemahan spastis
Tujuan : dalam waktu 3x 24 jam resiko trauma tidak terjadi
Kriteria :
  •  Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan trauma
  • Decubitus tidak terjadi
  • Kontraktur sendi tidak terjadi
  • Klien tidak jatuh dari tempat tidur
Intervensi
  • Pertahankan tirah baring dan imobilisasi sesuai indikasi
R/ meminimalkan rangsangan nyeri akibat gesekkan antara fragmen tulang dengan jaringan lunak disekitarnya
  • Berikan kacamata yang sesuai dengan klien
R/ tameng mata atau kacamata penutup dapat digunakan untuk memblok implus penglihatan pada satu mata bila klien mengalami diplopia atau penglihatan ganda
  • Minimalkan efek imobilitas.
R/ oleh karena aktifitas fisik dan imobilisasi sering terjadi pada multipel sklerosis, maka komlikasi yang di hubungkan dengan imobilisasi mencakup dekubitus dan langka untuk mencegahnya
  • Modifikasi pencegahan cedera :
R/ pencegahan cedera dilakukan pada klien multipel sklerosis jika disfungsi motorik menyebabkan masalah dalam tidak ada koordinasi dan adanya kekakuan atau jika ataksia ada, klien resiko jatuh.
  • Modifikasi lingkungan
R/ untuk mengatasi ketidak mampuan, klien di anjurkan untuk dengan kaki kosong pada ruang yang luas untuk menyediakan dasar yang luas dan untuk meningkatkan kemampuan berjalan dengan stabil
  • Ajarkan teknik berjalan
R/ jika kehilangan sensasi terhadap posisi tubuh, klien di anjurkan untuk melihat kaki sambil berjalan
  • Berikan terapi okupasi
R/ terapi okupasi merupakan sumber yang membantu individu dalam memberi anjuran dan menjamin bantuan untuk maningkatkan kemandirian
  • Meminimalkan resiko decubitus
R/ oleh karena hilangnya sensori dapat menyebabkan bertambahnya kehilangan gerakkan motoric. Decubitus terus diatasi untuk inegritas kulit. Penggunaan kursi roda meningkatkan resiko.
  • Inspeksi kulit dibagian distal setiap hari ( pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan, atau lecet-lecet )
R/ deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan hilangnya sensasi resiko tinggi kerusakan integritas kulit kemungkinan komplikasi imobilisasi
  • Minimalkan spastisitas dan kontraktur
R/ spastisitas otot biasa terjadi dan terjadi pada tahap lanjut, yang terlihat dalam bentuk addukor yang berat pada  pinggul, dengan spasme fleksor pada pinggul dan lutut.
  • Ajarkan teknik latihan
R/ latihan setiap hari untuk menguatkan otot diberikan untuk meminimalkan kontraktur sendi. Perhatian khusus diberikan pada otot-otot paha, otot gatroknemeus, adductor, biseps dan pergelangan tangan, serta fleksor jari-jari
  • Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki
R/ telapak kaki dalam posisi 90 derajad dapat mencegah footdrop
  • Evaluasi tanda / gejala perluasan cedera jaringan ( peradangan lokal / sistemik, sperti peningkatan nyeri, edema dan demam )
R/ menilai perkembangan masalah klien
Dix 3 : Perubahan pola eliminasi urin yang b.d  kelumpuhan saraf perkemihan
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam eliminasi urin terpenuhi
Kriteria hasil :
  • Pemenuhan eliminasi urin dapat dilaksanakan dengan atau tidak mengguanakan keteter
  • Produksi 50 cc/jam
  • Keluhan eliminasi urin tidak ada
Intervensi
  • Kaji pola berkemih dan catat urin setiap 6 jam
R/ mengetahui fungsi ginjal
  • Tingkatkan kontrol berkemih :
    • Berikan dukungan pada klien tentang pemenuhan eliminasi urin
    • Modifikasi kebutuhan untuk berkemih
    • Lakukan jadwal berkemih
    • Ukur jumlah urin tiap 2 jam
    • Bantu cara penggunaan obat-obatan
    • Keteter intermiten
R/ jadwal berkemih diatur awalnya setiap 1 sampai 2 jam dengan perpanjangan interfal waktu bertahap. Klien diinstruksikan untuk mengukur jumlah air yang di minum setiap 2 jam dan mencoba untuk berkemih 30 menit setelah minum.
  • Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih
R/ menialai perubahan akibat dari inkontinensial urin
  • Anjurkan klien untuk minum 2000 cc/hari
R/ mempertahankan funsi ginjal


 
DAFTAR PUSTAKA
 Mutaqin Arif, Asuhan keperawatan klien dangan gangguan system persyarafan,( 2008 ),ed 6 vol.2 salemba medical. Jakarta
Brunner & suddarth, keperawatan medikal bedah,(2002),ed 8 vol.3 EGC. Jakarta 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar