BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Osteoporosis
adalah kelainan dimana terjadi penurunan massa tulang total.terdapat perubahan
pergantian homeostatis normal,kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari
kecepatan pembentukan tulang,mengakibatkan penurunan masssa total. (Bruner &
Suddarth,2001)
Penyakit
osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga
tulang menjadi rapuh dan mudah patah.Tulang terdiri dari mineral-mineral
seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Jika tubuh
tidak mampu mengatur kandungan mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang
padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis (www.mediacastore.com)
B.
Etiologi
a.
Osteoporosis post menopausal
Terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada
wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada
wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun,
tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita
memiliki resiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita
kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita
kulit hitam.
b.
Osteoporosis senilis
Kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya
tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini
hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas
70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita
osteoporosis senilis dan postmenopausal.
c.
Osteoporosis sekunder
Dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang
disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit ini bisa
disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid,
paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat,
anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang
berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan ini.
d.
Osteoporosis juvenil idiopatik
Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak
diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar
dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki
penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
C.
Faktor resiko penyebab osteoporosis
a. yang tidak dapat diubah:
·
usia, lebih sering terjadi pada
lansia
·
jenis kelamin, tiga kali lebih
sering pada wanita dibandingkan pada pria. Perbedaan ini mungkin disebabkan
oleh factor hormonal dan rangka tulang yang lebih keci
·
Ras, kulit putih mempunyai risiko
paling tinggi
·
Riwayat keluarga/keturunan, pada
keluarga yang mempunyai riwayat osteoporosis, anak-anak yang dilahirkan juga
cenderung mempunyai penyakit yang sama.
·
Bentuk tubuh, adanya kerangka tubuh
yang lemah dan scoliosis vertebramenyebabkan penyakit ini. Keadaan ini terutam
trejadi pada wanita antara usia 50-60 tahun dengan densitas tulang yang rendah
dan diatas usia 70tahun dengan BMI yang rendah.
b. yang dapat diubah :
·
Merokok
·
Defisisensi vitamin dan gizi (antara
lain protein), kandungan garam pada makanan, peminum alcohol dan kopi yang
berat. Nikotin dalam rokok menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap
kalsiumdari darah ke tulang sehingga pembentukan tulang oleh osteoblast menjadi
melemah. Mengkonsumsi kopi lebih dari 3 cangkir perhari menyebabkan tubuh
selalu ingin berkemih. Keadaan tersebut menyebabkan banyak kalsium terbuang
bersama air kencing.
·
Gaya hidup, aktivitas fisik yang
kurang dan imobilisasi dengan penurunan penyangga berat badan merupakan
stimulus penting bagi resorspi tulang. Beban fisik yang terintegrasi
merupakan penentu dari puncak massa tulang.
merupakan penentu dari puncak massa tulang.
·
Gangguan makan (anoreksia nervosa)
·
Menopause dini, menurunnya kadar
estrogen menyebabkan resorpsi tulang menjadi lebih
cepat sehingga akan terjadi penurunan massa tulang yang banyak.
cepat sehingga akan terjadi penurunan massa tulang yang banyak.
·
Penggunaan obat-obatan tertentu
seperti diuretic, glukokortikoid, antikonvulsan, hormone tiroid berlebihan, dan
kortikosteroid.
D.
Patofisiologi
Osteoforosis
terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara factor genetic dan factor
lingkungan.
o
Faktor
genetik meliputi:
usia
jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah melahirkan.
o
Faktor
lingkungan meliputi:
merokok, Alcohol, Kopi, Defisiensi vitamin dan gizi, Gaya
hidup, Mobilitas, anoreksianervosa dan pemakaian obat-obatan.
Kedua
faktor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel
terhadap kalsium dari darah ke tulag, peningkatan pengeluaran kalsium bersama
urin, tidak tercapainya masa tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi
lebih cepat yang selanjutnya menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak dari
pada pembentukan tulang baru sehingga terjadi penurunan massa tulang total yang
disebut osteoporosis.
E. Klasifikasi
a.
Osteoporosis primer
o
Tipe 1 adalah tipe yang terjadi pada
wanita pascamenopause
o
Tipe 2 adalah tipe yang terjadi pada
orang usia lanjut baik pria maupun wanita
b.
Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder terutama disebabkan oleh
penyakit-penyakit tulang erosif misalnya mieloma multiple, hipertirodisme,
hiperparatiroidisme dan akibat obat-obatan yang toksik untuk tulang (misalnya ;
glukokortikoid). Jenis ini ditemukan pada kurang lebih 2-3 juta klien.
c.
Osteoporosis Idiopatik
Osteoporosis
yang tidak diketahui penyebabnya dan ditemukan pada :
1.
Usia kanak-kanak (juvenile)
2.
Usia remaja (adolesen)
3.
Wanita pra-menopause
4.
Pria usia pertengahan
F. Manifestasi
klinik
1.
Nyeri tulang akut.Nyeri terutama
terasa pada tulang belakang, nyeri dapat dengan atau tanpa fraktur yang nyata
dan nyeri timbul mendadak.
2.
Nyeri berkurang pada saat
beristirahat di tempat tidur
3.
Nyeri ringan pada saat bangun tidur
dan akan bertambah bila melakukan aktivitas
4.
Deformitas tulang. Dapat terjadi
fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular yang
menyebabkan medulla spinalis tertekan sehingga dapat terjadi paraparesis.
5.
Gambaran klinis sebelum patah
tulang, klien (terutama wanita tua) biasanya datang dengan nyeri tulang
belakang, bungkuk dan sudah menopause sedangkan gambaran klinis setelah terjadi
patah tulang, klien biasanya datang dengan keluhan punggung terasa sangat nyeri
(nyeri punggung akut), sakit pada pangkal paha, atau bengkak pada pergelangan
tangan setelah jatuh.
6.
Kecenderungan penurunan tinggi badan
7.
Postur tubuh kelihatan memendek.
G. Pemeriksaan diagnostic
1.
Pemeriksaan laboratorium (misalnya :
kalsium serum, fosfat serum, fosfatase alkali, eksresi kalsium urine,eksresi
hidroksi prolin urine, LED)
2.
Pemeriksaan x-ray
3.
Pemeriksaan absorpsiometri
4.
Pemeriksaan Computer Tomografi (CT)
5.
Pemeriksaan biopsi
H. Terapi /
penatalaksanaan
a.
Diet kaya kalsium dan vitamin D yang
mencukupi sepanjang hidup, dengan peningkatan asupan kalsium pada permulaan
umur pertengahan dapat melindungi terhadap demineralisasi tulang
b.
Pada menopause dapat diberikan
terapi pengganti hormone dengan estrogen dan progesterone untuk memperlambat
kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah tulang yang diakibatkan.
c.
Medical treatment, oabt-obatan dapat
diresepkan untuk menangani osteoporosis termasuk kalsitonin, natrium fluoride,
dan natrium etridonat
d.
Pemasangan penyangga tulang belakang
(spinal brace) untuk mengurangi nyeri punggung.
e.
Pembedahan pada pasien osteoporosis
dilakukan bila terjadi fraktur, terutama bila terjadi fraktur panggul.
I. Komplikasi
Osteoporosis
mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah
patah.Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur.Bisa terjadi fraktur kompresi
vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah
trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan tangan.
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Anamnesis
Ø Riwayat kesehatan
Anamnesis
memegang peranan penting pada evaluasi klien osteoporosis.Kadang keluhan utama
(missal fraktur kolum femoris pada osteoporosis). Factor lain yang perlu
diperhatikan adalah usia, jenis kelamin, ras, status haid, fraktur pada trauma
minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya
paparan sinar matahari, kurang asupan kalasium, fosfat dan vitamin D.
obat-obatan yang diminum dalam jangka panjang, alkohol dan merokok merupakan
factor risiko osteoporosis. Penyakit lain yang juga harus ditanyakan adalah
ppenyakit ginjal, saluran cerna, hati, endokrin dan insufisiensi pancreas.
Riwayat haid , usia menarke dan menopause, penggunaan obat kontrasepsi, serta
riwayat keluarga yang menderita osteoporosis juga perlu dipertanyakan.
Ø Pengkajian psikososial
Perlu mengkaji konsep diri pasien terutama citra diri
khususnya pada klien dengan kifosis berat.Klien mungkin membatasi interaksi
social karena perubahan yang tampak atau keterbatasan fisik, misalnya tidak
mampu duduk dikursi dan lain-lain.Perubahan seksual dapat terjadi karena harga
diri rendah atau tidak nyaman selama posisi interkoitus.Osteoporosis
menyebabkan fraktur berulang sehingga perawat perlu mengkaji perasaan cemas dan
takut pada pasien.
Ø Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga,
pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, mandi, makan dan
toilet.Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan dengan menurunnya
gerak dan persendian adalah agility, stamina menurun, koordinasi menurun, dan
dexterity (kemampuan memanipulasi ketrampilan motorik halus) menurun.
B. KLASIFIKASI
DATA
1.
Data subyektif :
·
Klien mengeluh nyeri tulang belakang
·
Klien mengeluh kemampuan gerak cepat
menurun
·
Klien mengatakan membatasi
pergaulannya karena perubahan yang tampak dan keterbatasan gerak
·
Klien mengatakan stamina badannya
terasa menurun
·
Klien mengeluh bengkak pada
pergelangan tangannya setelah jatuh
·
Klien mengatakan kurang mengerti
tentang proses penyakitnya
·
Klien mengatakan buang air besar
susah dan keras
2.
Data obyektif :
·
tulang belakang bungkuk
·
terdapat penurunan tinggi badan
·
klien tampak menggunakan penyangga
tulang belakang (spinal brace)
·
terdapat fraktur traumatic pada
vertebra dan menyebabkan kifosis angular
·
klien tampak gelisah
·
klien tampak meringis
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pada
pemeriksaan fisik menggunakan metode 6 B(Breathing, blood, brain, bladder,
bowel dan bone) untuk mengkaji apakah di temukan ketidaksimetrisan rongga dada,
apakah pasien pusing, berkeringat dingin dan gelisah. Apakah juga ditemukan
nyeri punggung yang disertai pembatasan gerak dan apakah ada penurunan tinggi
badan, perubahan gaya berjalan, serta adakah deformitas tulang.
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Masalah yang biasa terjadi pada klien osteoporosis adalah
sebagai berikut :
1.
Nyeri akut yang berhubungan dengan
dampak sekunder dari fraktur vertebra ditandai dengan klien mengeluh nyeri
tulang belakang, mengeluh bengkak pada pergelangan tangan, terdapat fraktur
traumatic pada vertebra, klien tampak meringis.
2.
Hambatan mobilitas fisik yang
berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis) ,
nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai dengan klien mengeluh kemampuan
gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas, stamina menurun, dan
terdapat penurunan tinggi badan.
3.
Risiko cedera yang berhubungan
dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan tubuh ditandai
dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, tulang belakang terlihat
bungkuk.
4.
Kurang perawatan diri yang
berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak ditandai dengan klien mengeluh
nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan
badan terasa lemas dan stamina menurun serta terdapat fraktur traumatic pada
vertebra dan menyebabkan kifosis angular.
5.
Gangguan citra diri yang berhubungan
dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh
penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan membatasi pergaulan dan
tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace).
6.
Gangguan eleminasi alvi yang
berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan ileus paralitik ditandai dengan
klien mengatakan buang air besar susah dan keras.
7.
Kurang pengetahuan mengenai proses
osteoporosis dan program terapi yang berhubungan dengan kurang informasi, salah
persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya,
klien tampak gelisah.
E.
INTERVENSI
KEPERAWATAN
·
Nyeri akut yang berhubungan dengan
dampak sekunder dari fraktur vertebra ditandai dengan klien mengeluh nyeri
tulang belakang, mengeluh bengkak pada pergelangan tangan, terdapat fraktur
traumatic pada vertebra, klien tampak meringis.
o Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan nyeri
berkurang dengancriteria hasil klien dapat mengekspresikan perasaan nyerinya,
klien dapat tenang dan istirahat, klien dapat mandiri dalam penanganan dan
perawatannya secara sederhana.
o Intervensi :
1.
Evaluasi keluhan
nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik termasuk intensitas
(skala 1-10). Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal (perubahan pada tanda vital
dan emosi/prilaku).
R/ Mempengaruhi pilihan/pengawasan keefektifan intervensi.
R/ Mempengaruhi pilihan/pengawasan keefektifan intervensi.
2.
Ajarkan klien tentang alternative
lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya.
R/ alternative lain untuk mengatasi nyeri misalnya kompres hangat, mengatur posisi untuk mencegah kesalahan posisi pada tulang/jaringan yang cedera.
R/ alternative lain untuk mengatasi nyeri misalnya kompres hangat, mengatur posisi untuk mencegah kesalahan posisi pada tulang/jaringan yang cedera.
3.
Dorong menggunakan teknik manajemen
stress contoh relaksasi progresif, latihan nafasa dalam, imajinasi visualisasi,
sentuhan teraupetik.
R/ Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa control dan dapat meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri yang mungkin menetap untuk periode lebih lama.
R/ Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa control dan dapat meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri yang mungkin menetap untuk periode lebih lama.
4.
Kolaborasi dalam pemberian obat
sesuai indikasi.
R/ diberikan untuk menurunkan nyeri.
R/ diberikan untuk menurunkan nyeri.
·
Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan
dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis) , nyeri sekunder,
atau fraktur baru ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun,
klien mengatakan badan terasa lemas, stamina menurun, dan terdapat penurunan
tinggi badan.
o
Tujuan :
setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu melakukan mobilitas fisik
dengan criteria hasil klien dapat meningkatkan mobilitas fisik, berpartisipasi
dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan, klien mampu melakukan aktivitas
hidup sehari-hari secara mandiri.
o Intervensi
1.
Kaji tingkat kemampuan klien yang
masih ada.
R/ sebagai dasar untuk memberikan alternative dan latihan gerak yang sesuai dengan kemampuannya.
R/ sebagai dasar untuk memberikan alternative dan latihan gerak yang sesuai dengan kemampuannya.
2.
Rencanakan tentang pemberian program
latihan, ajarkan klien tentang aktivitas hidup sehari-hari yang dapat
dikerjakan.
R/ latihan akan meningkatkan pergerakan otot dan stimulasi sirkulasi darah.
R/ latihan akan meningkatkan pergerakan otot dan stimulasi sirkulasi darah.
3.
Berikan dorongan untuk melakukan
aktivitas /perawatan diri secara bertahap jika dapat ditoleransi.Berikan
bantuan sesuai kebutuhan.
R/ kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba, memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas.
R/ kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba, memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas.
·
Risiko cedera yang berhubungan
dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan tubuh ditandai
dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, tulang belakang terlihat
bungkuk.
o
Tujuan :
Cedera tidak terjadi dengan criteria
hasil klien tidak jatuh dan tidak mengalami fraktur, klien dapat menghindari
aktivitas yang mengakibatkan fraktur.
o Intervensi
1.
Ciptakan lingkungan yang bebas dari
bahaya missal : tempatkan klien pada tempat tidur rendah, berikan penerangan
yang cukup, tempatkan klien pada ruangan yang mudah untuk diobservasi.
R/ menciptakan lingkungan yang aman mengurangi risiko terjadinya kecelakaan.
R/ menciptakan lingkungan yang aman mengurangi risiko terjadinya kecelakaan.
2.
Ajarkan pada klien untuk berhenti
secara perlahan,tidak naik tangga dan mengangkat beban berat
R/ pergerakan yang cepat akan memudahkan terjadinya fraktur kompresi vertebra pada klien osteoporosis.
R/ pergerakan yang cepat akan memudahkan terjadinya fraktur kompresi vertebra pada klien osteoporosis.
3.
Observasi efek samping obat-obatan
yang digunakan.
R/ obat-obatan seperti diuretic, fenotiazin dapat menyebabkan pusing, mengantuk dan lemah yang merupakan predisposisi klien untuk jatuh.
R/ obat-obatan seperti diuretic, fenotiazin dapat menyebabkan pusing, mengantuk dan lemah yang merupakan predisposisi klien untuk jatuh.
·
Kurang perawatan diri yang
berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak ditandai dengan klien mengeluh
nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan
badan terasa lemas dan stamina menurun serta terdapat fraktur traumatic pada
vertebra dan menyebabkan kifosis angular.
o Tujuan:
Setelah
diberikan tindakan keperawatan diharapkan perawatan diri klien terpenuhi dengan
criteria hasil klien mampu mengungkapkan perasaan nyaman dan puas tentang
kebersihan diri, mampu mendemonstrasikan kebersihan optimal dalam perawatan
yang diberikan.
o Intervensi:
1.
Kaji kemampuan untuk berpartisipasi
dalam setiap aktifitas perawatan.
R/ untuk mengetahui sampai sejauh mana klien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri
R/ untuk mengetahui sampai sejauh mana klien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri
2.
Beri perlengkapan adaptif jika
dibutuhkan misalnya kursi dibawah pancuran, tempat pegangan pada dinding kamar
mandi, alas kaki atau keset yang tidak licin, alat pencukur, semprotan pancuran
dengan tangkai pemegang.
R/ peralatan adaptif ini berfungsi untuk membantu klien sehingga dapat melakukan perawatan diri secara mandiri dan optimal sesuai kemampuannya.
R/ peralatan adaptif ini berfungsi untuk membantu klien sehingga dapat melakukan perawatan diri secara mandiri dan optimal sesuai kemampuannya.
3.
Rencanakan individu untuk belajar
dan mendemonstrasikan satu bagian aktivitas sebelum beralih ke tingkatan lebih
lanjut.
R/ bagi klien lansia, satu bagian aktivitas bisa sangat melelahkan sehingga perlu waktu yang cukup untuk mendemonstrasikan satu bagian dari perawatan diri.
R/ bagi klien lansia, satu bagian aktivitas bisa sangat melelahkan sehingga perlu waktu yang cukup untuk mendemonstrasikan satu bagian dari perawatan diri.
·
Gangguan citra diri yang berhubungan
dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh
penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan membatasi pergaulan dan
tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace).
o
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan
keperawatan diharapkan klien dapat menunjukkan adaptasi dan menyatakan
penerimaan pada situasi diri dengan criteria hasil klien mengenali dan menyatu
dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa harga diri negative,
mengungkapkan dan mendemonstrasikan peningkatan perasaan positif.
o Intervensi:
1. Dorong klien mengekspresikan
perasaannya khususnya mengenai bagaimana klien merasakan, memikirkan dan
memandang dirinya.
R/ ekspresi emosi membantu klien mulai meneerima kenyataan.
R/ ekspresi emosi membantu klien mulai meneerima kenyataan.
2.
Hindari kritik negative.
R/ kritik negative akan membuat klien merasa semakin rendah diri.
R/ kritik negative akan membuat klien merasa semakin rendah diri.
3.
Kaji derajat dukungan yang ada untuk
klien.
R/ dukungan yang cukup dari orang terdekat dan teman dapat membantu proses adaptasi.
R/ dukungan yang cukup dari orang terdekat dan teman dapat membantu proses adaptasi.
·
Gangguan eleminasi alvi yang
berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan ileus paralitik ditandai dengan
klien mengatakan buang air besar susah dan keras.
o Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan
eleminasi klien tidak terganggu dengan criteria hasil klien mampu menyebutkan
teknik eleminasi feses, klien dapat mengeluarkan feses lunak dan berbentuk
setiap hari atau 3 hari.
o Intervensi :
1. Auskultasi bising usus.
R/ hilangnya bising usus menandakan adanya paralitik ileus.
R/ hilangnya bising usus menandakan adanya paralitik ileus.
2. Observasi adanya distensi abdomen jika bising usus tidak ada
atau berkurang.
R/ Hilangnya peristaltic(karena gangguan saraf) melumpuhkan usus, membuat distensi ileus dan usus.
R/ Hilangnya peristaltic(karena gangguan saraf) melumpuhkan usus, membuat distensi ileus dan usus.
3. Catat frekuensi, karakteristik dan jumlah feses.
R/ mengidentifikasi derajat gangguan/disfungsi dan kemungkinan bantuan yang diperlukan.
R/ mengidentifikasi derajat gangguan/disfungsi dan kemungkinan bantuan yang diperlukan.
4. Lakukan latihan defekasi secara teratur.
R/ program ini diperlukan untuk mengeluarkan feses secara rutin.
R/ program ini diperlukan untuk mengeluarkan feses secara rutin.
5. Anjurrkan klien untuk mengkonsumsi makanan berserat dan
pemasukan cairan yang lebih banyak termasuk jus/sari buah.
R/meningkatkan konsistensi feses untuk dapat melewati usus dengan mudah.
R/meningkatkan konsistensi feses untuk dapat melewati usus dengan mudah.
·
Kurang pengetahuan mengenai proses
osteoporosis dan program terapi yang berhubungan dengan kurang informasi, salah
persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya,
klien tampak gelisah.
o
Tujuan :
setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien
memahami tentang penyakit osteoporosis dan program terapi dengan criteria hasil
klien mampu menjelaskan tentang penyakitnya, mampu menyebutkan program terapi
yang diberikan, klien tampak tenang.
o
Intervensi :
1. Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang.
R/ memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
R/ memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
2. Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya osteoporosis.
R/ Informasi yang diberikan akan membuat klien lebih memahami tentang penyakitnya.
R/ Informasi yang diberikan akan membuat klien lebih memahami tentang penyakitnya.
3. Berikan pendidikan kepada klien mengenai efek samping
penggunaan obat.
R/ suplemen kalsium ssering mengakibatkan nyeri lambung dan distensi abdomen maka klien sebaiknya mengkonsumsi kalsium bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping tersebut dan memperhatikan asupan cairan yang memadai untuk menurunkan resiko pembentukan batu ginjal.
R/ suplemen kalsium ssering mengakibatkan nyeri lambung dan distensi abdomen maka klien sebaiknya mengkonsumsi kalsium bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping tersebut dan memperhatikan asupan cairan yang memadai untuk menurunkan resiko pembentukan batu ginjal.
F.
EVALUASI
Hasil yang diharapkan meliputi :
Hasil yang diharapkan meliputi :
·
Nyeri berkurang
·
Terpenuhinya kebutuhan mobilitas
fisik
·
Tidak terjadi cedera
·
Terpenuhinya kebutuhan perawatan
diri
·
Status psikologis yang seimbang
·
Menunjukkan pengosongan usus yang
normal
·
Terpeneuhinya kebutuhan pengetahuan
dan informasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar