cctv

Senin, 16 Juli 2012

laporan pendahuluan herpes zoster

HERPES ZOSTER


2.1.            Definisi
a.                   Menurut Purrawan Juradi, dkk (1982)  herpes zoster adalah radang kulit dengan sifat khasnya yaitu terdapat vesikel yang tersusun berkelompok sepanjang persyarafan sensorik sesuai dengan dermatomnya dan biasanya unilateral.
b.                  Menurut Arif Mansyur, herpes zoster (campak, cacar ular) adalah penyakit yang disebabkan infeksi virus varicella. Zoster yang menyerang kulit dan mukosa infeksi ini merupakan reaktivitas virus yang terjadi setelah infeksi primer kadang-kadang infeksi berlangsung sub kronis.
c.                   Menurut Jewerz .E. dkk (1984) herpes zoster adalah suatu penyakit sporadik yang melemahkan pada orang dewasa yang ditandai oleh reaksi peradangan radiks posterior syaraf dan ganglia. Diikuti oleh kelompok vesikel di atas kulit yang dipersyarafi oleh syaraf sensorik yang terkena.
d.                  Menurut Peruus herpes zoster adalah radang kulit akut yang disebabkan oleh virus Varisella zoster dengan sifat khas yaitu tersusun sepanjang persyarafan sensorik.     

2.2.            Penyebab
Virus yang disangka sejenis dengan virus penyebab varisella. Virus tersebut menyebabkan radang ganglion radiks posterior.

2.3.            Pencetus
Penurunan imunitas pada :
1.                  Keganasan
2.                  Radiasi
3.                  Imuro suppressive
4.                  Penggunaan kortikosteroid yang lama



2.4.            Patogenesis
Masa tunasnya 7-12 hari masa aktif penyakit berupa lesi baru dan yang tetap timbul berlangsung kira-kira 1-2 minggu virus berdiam di ganglion posterior susunan syaraf tepi dan ganglion kronialis.
Lokasi kelainan kulit sekitar daerah persyarafan ganglion kadang-kadang virus menyerang gangguan arterior bagian motorik kranolis sehingga memberikan gejala gangguan motorik.

2.5.            Manifestasi Klinik
1.                  Gejala prodormal
Gejala sistemik seperti demam, pusing, malaise, dan lokal (nyeri otot, tulang, gatal, pegal dsb) pada dermatom yang terserang.
2.         Stadium
Timbul popula atau plakat berbentuk urtika setelah 1-2 hari akan timbul gerombolan vesikel dengan dasar kulit yang eritematosa dan odema vesikel air berisi cairan yang jernih.

2.6.            Stadium Krutasi
Vesikel menjadi puruler dapat menjadi pustula dan krusta kadang-kadang vesikel mengandung darah disebut herpes zoster haemorasik krusta akan lepas dalam waktu 1-2 minggu dapat timbul infeksi sekunder sehingga menimbulkan ulkus dengan penyumbatan tanpa sikasrek sering terjadi neuralgia pasca hepatica terutama pada orangtua yang dapat berlangsung berbulan-bulan yang bersifat sementara.

Ciri Khas :
§     Nyeri radikuler
§     Unilateral
§     Gerombolan vesikel yang tersebar sesuai dengan dermatom yang meruasi oleh satu ganglion syaraf sensorik.

Gejala lainnya :
§     Pembesaran KGB regional
§     Kelainan motorik berupa kelainan sentral daripada perifer
§     Fuper parostesi pada daerah yang terkena
§     Kelainan pada muka akibat gangguan trigenirus (dengan gangguan gaseri) atau n. fasialis & optikus (dari gangguan garikulotum)

2.7.            Klasifikasi Herpes Zoster
a.         Herpes Zoster Optalnikus
terjadi infeksi cabang pertama N. Trigenirus yang menimbulkan kelainan pada mata cabang kedua dan ketiga yang menyebabkan kelainan kulit pada daerah persyarafan.
b.         Sindrom Ramsay Hurt
Diakibatkan gangguan N. Fasiolis dan optikus sehingga memberikan   gejala paralysis otot muka (paralisis Bell) kelainan kulit sesuai tingkat persyarafan, kliris  vertigo, gangguan pendengaran, regtagnius dan raisea juga terdapat gangguan pengecapan.
c.         Herpes Zoster Abortif
Berlangsung dalam waktu singkat dan kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan eritem.
d.         Herpes Zoster Generaligata
Kelainan kulit unilateral dan segmental ditambah yang menyebar secara generalisata berupa vesikel soliter dan ada umbilikasi. Kasus ini terutama terjadi pada orang tua atau pada orang yang kondisi fisiknya sangat lemah, misalnya penderita : Umforra malignum.

2.8.            Komplikasi
Pada usia diatas 40 tahun kemungkinan terjadi neuralgia pasca herpetic.

2.9.            Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan percobaan T. Zarck dapat ditemukan sel dativa berinti banyak.

2.10.        Diagnosa Banding
·                     Herpes simplek
·                     Varicella
·                     Dermatis Contacta alergika
·                     Penyakit dengan efloresersi bulla ; pemfisus vulgaris
·                     Dermatis herpenformis dan dutega
·                     Bulos pumfigord

2.11.        Penatalaksanaan
1.                  Therapi sistemik umumnya bersifat simptomatik untuk nyeri diberikan analgetik jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotik.
2.                  Bila syaraf oftalnikus cabang dari syaraf trigenirus terkena muka dirujuk ke arah mata karena dapat terjadi perporasi kornea.
3.                  Pemberian kortikosteroid sistemik diri dapat mencegah timbulnya neuralgia post herpatica dan untuk mencegah fibrosis garcialia.
4.                  Therapi topical bergantung pada stadium :
a.                   Stadium vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder.
b.                   Bila erosif diberikan kompres terbuka.
c.                   Bila ulserasi dapat diberikan salep antibiotik.
5.                  Kompres pada daerah yang terserang :
a.                   Bila lokal kering, bedak berisi aodum berikulm 10%, Oksisum Zursi 10% dan mentol 1%.
b.                  Bila basah kompres garam tadi, kompres solutio burowl
6.                  Istirahat

2.12.        Asuhan Keperawatan
a.         Pengkajian
            1.         Aktivitas/istirahat
DS    :  Pada stadium predermal/klien mengeluh nyeri otot , lemas.
DO   :  Klien tampak malaise, aktivitas klien tampak terbatas.
2.         Eliminasi
DS    :  Tidak ada perubahan pola eliminasi.
DO   :  -
3.         Sirkulasi
DO   :  Ada eritema daerah dermatom yang terserang pada awal gejala kemerahan.
DS    :  Klien merasa panas pada daerah yang terserang.
4.         Nutrisi
DS    :  Adanya kehilangan nafsu makan, kehilangan sensasi pada lidah.
DO   :  Penurunan berat badan.
5.         Neurologi
DS    :  Adanya pusing, nyeri, menurunnya penglihatan, gangguan penciuman, neuralgia hebat pada orang tua.
DO   :  Paralise wajah, sukar berkomunikasi secara verbal, pendengaran berkurang, paralise otot intrinsik dan ekstrinsik mata.
6.         Integumen
DS    :  Klien mengeluh ada perubahan pada dirinya berupa tidak ada rasa pada daerah yang terserang.
DO   :  Pada stadium prodormal belum terlihat kelainan pada kulit dan akar muncul pada stadium erupsi berupa popula - vesikel berisi cairan yang jernih serta pada stadium krusta berbentuk vesikel, purulen, prostula, krusta – ulpus – sikatrik.
7.         Psikologik
DS    :  Klien merasa tidak berselera, tidak ada harapan merasa menarik dengan keadaannya.
DO   :  Tidak kooperatif labil, moral kesukaran mengekspresikan perasaannya perubahan citra tubuh.
8.         Interaksi sosial
Kerusakan komunikasi, sukar bicara, perubahan peran.
9.         Kenyamanan/nyeri
DS    :  Nyeri radikuler.
DO   :  Gelisah dan ekspresi wajah tegang.
10.       Pendidikan kesehatan
DS    :  Adanya riwayat varisella, gangguan kontrikosteroid lama.



Pemeriksaan Diagnostik
Berdasarkan :
1.                  Gejala, gejala kurik.
2.                  Sitologi (64% Tzarck sinear +) adanya sel raksasa yang multi lokuler dan sel akan tolitek.
3.                  Kultur virus (lembaga virology)

b.         Diagnosa Keperawatan
1.                  Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan prunitus.
2.                  Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan erupsi dermal dan prunitus.
3.                  Resiko terhadap penularan infeksi baru berhubungan dengan sifat menular dari organisme.
4.                  Perasaan rendah diri.
5.                  Resiko terhadap ketidak aktifan pelaksanaan aturan therapeutika berhubungan dengan ketidak cukupan tentang kondisi (penyabab perjalanan penyakit) pencegahan, pengobatan dan perawatan kulit.

c.         Intervensi
1.         Dx 1                :  Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan lesi dan prunitus.
            Tujuan             :  Lesi mulai pulih dan area bebas dari infeksi lanjut, kulit besih kering.
            Intervensi        :
-                Kaji kerusakan, ukuran, kedalaman, warna, cairan setiap 4 jam.
-                Perhatikan teknik aseptic.
-                Gunakan kompres basah/kering.
-                Pantau suhu tiap 4 jam, laporkan ke dokter jika ada peningkatan.


2.         Dx 2                :  Resiko terhadap penularan infeksi.
            Tujuan             :  Penularan infeksi tidak terjadi.
            Intervensi        :
-                Cuci tangan sesudah dan sebelum tindakan
-                Perhatikan kebersihan lokal.
-                Pemberian antibiotik untuk mencegah perluasan bakteri dan infeksi.
3.         Dx 3                :  Perasaan rendah diri berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh.
            Tujuan             : 
-                Mengungkapakan perasaan dan pikiran mengenai diri
-                Mengidentifikasi 2 atribut positif mengenai diri.
            Intervensi        : a.      Tetapkan hubungan saling percaya perawat klien.
-                      Dorong individu untuk mengekpresikan perasaan khususnya mengenai cara dia memandang dirinya.
-                      Berikan informasi yang dapat dipercaya dan perkuat informasi yang diberikan.
-                      Perjelas berbagai kesalahan konsep individu menganai diri : Perawatan atau pemberi perawatan
-                      Berikan privasi dan lingkungan yang nyaman.
b.      Tingkatkan interaksi sosial
-                      Bantu klien untuk menerima bantuan dari orang lain.
-                      Dukung keluarga sewaktu mereka beradaptasi.
c.      Gali kekuatan dan sumber-sumber individu.
d.      Diskusikan harapan ! Gali alternatif realitas

d.         Implementasi
Tindakan perawatan dilaksanakan berdasarkan masalah yang ada pada klien.

2.1.            Definisi
a.                   Menurut Purrawan Juradi, dkk (1982)  herpes zoster adalah radang kulit dengan sifat khasnya yaitu terdapat vesikel yang tersusun berkelompok sepanjang persyarafan sensorik sesuai dengan dermatomnya dan biasanya unilateral.
b.                  Menurut Arif Mansyur, herpes zoster (campak, cacar ular) adalah penyakit yang disebabkan infeksi virus varicella. Zoster yang menyerang kulit dan mukosa infeksi ini merupakan reaktivitas virus yang terjadi setelah infeksi primer kadang-kadang infeksi berlangsung sub kronis.
c.                   Menurut Jewerz .E. dkk (1984) herpes zoster adalah suatu penyakit sporadik yang melemahkan pada orang dewasa yang ditandai oleh reaksi peradangan radiks posterior syaraf dan ganglia. Diikuti oleh kelompok vesikel di atas kulit yang dipersyarafi oleh syaraf sensorik yang terkena.
d.                  Menurut Peruus herpes zoster adalah radang kulit akut yang disebabkan oleh virus Varisella zoster dengan sifat khas yaitu tersusun sepanjang persyarafan sensorik.     

2.2.            Penyebab
Virus yang disangka sejenis dengan virus penyebab varisella. Virus tersebut menyebabkan radang ganglion radiks posterior.

2.3.            Pencetus
Penurunan imunitas pada :
1.                  Keganasan
2.                  Radiasi
3.                  Imuro suppressive
4.                  Penggunaan kortikosteroid yang lama



2.4.            Patogenesis
Masa tunasnya 7-12 hari masa aktif penyakit berupa lesi baru dan yang tetap timbul berlangsung kira-kira 1-2 minggu virus berdiam di ganglion posterior susunan syaraf tepi dan ganglion kronialis.
Lokasi kelainan kulit sekitar daerah persyarafan ganglion kadang-kadang virus menyerang gangguan arterior bagian motorik kranolis sehingga memberikan gejala gangguan motorik.

2.5.            Manifestasi Klinik
1.                  Gejala prodormal
Gejala sistemik seperti demam, pusing, malaise, dan lokal (nyeri otot, tulang, gatal, pegal dsb) pada dermatom yang terserang.
2.         Stadium
Timbul popula atau plakat berbentuk urtika setelah 1-2 hari akan timbul gerombolan vesikel dengan dasar kulit yang eritematosa dan odema vesikel air berisi cairan yang jernih.

2.6.            Stadium Krutasi
Vesikel menjadi puruler dapat menjadi pustula dan krusta kadang-kadang vesikel mengandung darah disebut herpes zoster haemorasik krusta akan lepas dalam waktu 1-2 minggu dapat timbul infeksi sekunder sehingga menimbulkan ulkus dengan penyumbatan tanpa sikasrek sering terjadi neuralgia pasca hepatica terutama pada orangtua yang dapat berlangsung berbulan-bulan yang bersifat sementara.

Ciri Khas :
§     Nyeri radikuler
§     Unilateral
§     Gerombolan vesikel yang tersebar sesuai dengan dermatom yang meruasi oleh satu ganglion syaraf sensorik.

Gejala lainnya :
§     Pembesaran KGB regional
§     Kelainan motorik berupa kelainan sentral daripada perifer
§     Fuper parostesi pada daerah yang terkena
§     Kelainan pada muka akibat gangguan trigenirus (dengan gangguan gaseri) atau n. fasialis & optikus (dari gangguan garikulotum)

2.7.            Klasifikasi Herpes Zoster
a.         Herpes Zoster Optalnikus
terjadi infeksi cabang pertama N. Trigenirus yang menimbulkan kelainan pada mata cabang kedua dan ketiga yang menyebabkan kelainan kulit pada daerah persyarafan.
b.         Sindrom Ramsay Hurt
Diakibatkan gangguan N. Fasiolis dan optikus sehingga memberikan   gejala paralysis otot muka (paralisis Bell) kelainan kulit sesuai tingkat persyarafan, kliris  vertigo, gangguan pendengaran, regtagnius dan raisea juga terdapat gangguan pengecapan.
c.         Herpes Zoster Abortif
Berlangsung dalam waktu singkat dan kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan eritem.
d.         Herpes Zoster Generaligata
Kelainan kulit unilateral dan segmental ditambah yang menyebar secara generalisata berupa vesikel soliter dan ada umbilikasi. Kasus ini terutama terjadi pada orang tua atau pada orang yang kondisi fisiknya sangat lemah, misalnya penderita : Umforra malignum.

2.8.            Komplikasi
Pada usia diatas 40 tahun kemungkinan terjadi neuralgia pasca herpetic.

2.9.            Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan percobaan T. Zarck dapat ditemukan sel dativa berinti banyak.

2.10.        Diagnosa Banding
·                     Herpes simplek
·                     Varicella
·                     Dermatis Contacta alergika
·                     Penyakit dengan efloresersi bulla ; pemfisus vulgaris
·                     Dermatis herpenformis dan dutega
·                     Bulos pumfigord

2.11.        Penatalaksanaan
1.                  Therapi sistemik umumnya bersifat simptomatik untuk nyeri diberikan analgetik jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotik.
2.                  Bila syaraf oftalnikus cabang dari syaraf trigenirus terkena muka dirujuk ke arah mata karena dapat terjadi perporasi kornea.
3.                  Pemberian kortikosteroid sistemik diri dapat mencegah timbulnya neuralgia post herpatica dan untuk mencegah fibrosis garcialia.
4.                  Therapi topical bergantung pada stadium :
a.                   Stadium vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder.
b.                   Bila erosif diberikan kompres terbuka.
c.                   Bila ulserasi dapat diberikan salep antibiotik.
5.                  Kompres pada daerah yang terserang :
a.                   Bila lokal kering, bedak berisi aodum berikulm 10%, Oksisum Zursi 10% dan mentol 1%.
b.                  Bila basah kompres garam tadi, kompres solutio burowl
6.                  Istirahat

2.12.        Asuhan Keperawatan
a.         Pengkajian
            1.         Aktivitas/istirahat
DS    :  Pada stadium predermal/klien mengeluh nyeri otot , lemas.
DO   :  Klien tampak malaise, aktivitas klien tampak terbatas.
2.         Eliminasi
DS    :  Tidak ada perubahan pola eliminasi.
DO   :  -
3.         Sirkulasi
DO   :  Ada eritema daerah dermatom yang terserang pada awal gejala kemerahan.
DS    :  Klien merasa panas pada daerah yang terserang.
4.         Nutrisi
DS    :  Adanya kehilangan nafsu makan, kehilangan sensasi pada lidah.
DO   :  Penurunan berat badan.
5.         Neurologi
DS    :  Adanya pusing, nyeri, menurunnya penglihatan, gangguan penciuman, neuralgia hebat pada orang tua.
DO   :  Paralise wajah, sukar berkomunikasi secara verbal, pendengaran berkurang, paralise otot intrinsik dan ekstrinsik mata.
6.         Integumen
DS    :  Klien mengeluh ada perubahan pada dirinya berupa tidak ada rasa pada daerah yang terserang.
DO   :  Pada stadium prodormal belum terlihat kelainan pada kulit dan akar muncul pada stadium erupsi berupa popula - vesikel berisi cairan yang jernih serta pada stadium krusta berbentuk vesikel, purulen, prostula, krusta – ulpus – sikatrik.
7.         Psikologik
DS    :  Klien merasa tidak berselera, tidak ada harapan merasa menarik dengan keadaannya.
DO   :  Tidak kooperatif labil, moral kesukaran mengekspresikan perasaannya perubahan citra tubuh.
8.         Interaksi sosial
Kerusakan komunikasi, sukar bicara, perubahan peran.
9.         Kenyamanan/nyeri
DS    :  Nyeri radikuler.
DO   :  Gelisah dan ekspresi wajah tegang.
10.       Pendidikan kesehatan
DS    :  Adanya riwayat varisella, gangguan kontrikosteroid lama.



Pemeriksaan Diagnostik
Berdasarkan :
1.                  Gejala, gejala kurik.
2.                  Sitologi (64% Tzarck sinear +) adanya sel raksasa yang multi lokuler dan sel akan tolitek.
3.                  Kultur virus (lembaga virology)

b.         Diagnosa Keperawatan
1.                  Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan prunitus.
2.                  Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan erupsi dermal dan prunitus.
3.                  Resiko terhadap penularan infeksi baru berhubungan dengan sifat menular dari organisme.
4.                  Perasaan rendah diri.
5.                  Resiko terhadap ketidak aktifan pelaksanaan aturan therapeutika berhubungan dengan ketidak cukupan tentang kondisi (penyabab perjalanan penyakit) pencegahan, pengobatan dan perawatan kulit.

c.         Intervensi
1.         Dx 1                :  Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan lesi dan prunitus.
            Tujuan             :  Lesi mulai pulih dan area bebas dari infeksi lanjut, kulit besih kering.
            Intervensi        :
-                Kaji kerusakan, ukuran, kedalaman, warna, cairan setiap 4 jam.
-                Perhatikan teknik aseptic.
-                Gunakan kompres basah/kering.
-                Pantau suhu tiap 4 jam, laporkan ke dokter jika ada peningkatan.


2.         Dx 2                :  Resiko terhadap penularan infeksi.
            Tujuan             :  Penularan infeksi tidak terjadi.
            Intervensi        :
-                Cuci tangan sesudah dan sebelum tindakan
-                Perhatikan kebersihan lokal.
-                Pemberian antibiotik untuk mencegah perluasan bakteri dan infeksi.
3.         Dx 3                :  Perasaan rendah diri berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh.
            Tujuan             : 
-                Mengungkapakan perasaan dan pikiran mengenai diri
-                Mengidentifikasi 2 atribut positif mengenai diri.
            Intervensi        : a.      Tetapkan hubungan saling percaya perawat klien.
-                      Dorong individu untuk mengekpresikan perasaan khususnya mengenai cara dia memandang dirinya.
-                      Berikan informasi yang dapat dipercaya dan perkuat informasi yang diberikan.
-                      Perjelas berbagai kesalahan konsep individu menganai diri : Perawatan atau pemberi perawatan
-                      Berikan privasi dan lingkungan yang nyaman.
b.      Tingkatkan interaksi sosial
-                      Bantu klien untuk menerima bantuan dari orang lain.
-                      Dukung keluarga sewaktu mereka beradaptasi.
c.      Gali kekuatan dan sumber-sumber individu.
d.      Diskusikan harapan ! Gali alternatif realitas

d.         Implementasi
Tindakan perawatan dilaksanakan berdasarkan masalah yang ada pada klien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar