Pujian yang dibolehkan
Tidak diragukan lagi bahwa memuji orang lain adalah termasuk penyakit lisan,
jika menyebabkan orang yang dipuji merasa bangga diri atau jika pujian tersebut dilakukan secara serampangan atau melampaui batas,
yakni berlebih-lebihan. Namun, jika pujian itu tidak mengandung hal-hal tersebut
di atas, maka hokum nya diperbolehkan.
Imam Bukhari rahimahullahu Ta’ala member judul untuk salah satu bab dalam kitab Shahih beliau: “Bab Orang yang Memuji Saudaranya Berdasarkan Fakta yang Diketahui”. Imam Bukhari menyebut kan bahwa Sa’ad radhiyallahu ‘anhu berkata, “Tidak pernah kudengarNabi shallallahu ‘alaihiwasallam menyebut kepada seseorang yang berjalan di muka bumi ini sebagai calon penghuni Surga kecuali hanya kepada ‘Abdullah bin Salam.” (HR,Bukhari)
Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam melukiskan sifat ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu sebagai berikut,
“Jika syaithan berpapasan denganmu pada suatu jalan, niscaya dia akan mencari jalan lain selain jalan yang engkau lalui.” (HR,Muslim)
Pujian yang diperbolehkan untuk diberikan kepada saudara kita adalah pujian yang tidak berlebihan dan orang yang dipuji tidak dikhawatirkan merasa bangga diri, maka pujian seperti ini diperbolehkan. Oleh karena itu, pujian dengan sesuatu yang sesuai fakta dan dengan sewajarnya sajalah yang diperbolehkan. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihiwasallam pun dipuji dalam syair, khutbah, dan pembicaraan. Akan tetapi, Nabi shallallahu ‘alaihiwasallam tidak menaburkan debu ke muka orang yang memujinya dengan pujian yang wajar tersebut.
Imam Bukhari rahimahullahu Ta’ala member judul untuk salah satu bab dalam kitab Shahih beliau: “Bab Orang yang Memuji Saudaranya Berdasarkan Fakta yang Diketahui”. Imam Bukhari menyebut kan bahwa Sa’ad radhiyallahu ‘anhu berkata, “Tidak pernah kudengarNabi shallallahu ‘alaihiwasallam menyebut kepada seseorang yang berjalan di muka bumi ini sebagai calon penghuni Surga kecuali hanya kepada ‘Abdullah bin Salam.” (HR,Bukhari)
Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam melukiskan sifat ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu sebagai berikut,
“Jika syaithan berpapasan denganmu pada suatu jalan, niscaya dia akan mencari jalan lain selain jalan yang engkau lalui.” (HR,Muslim)
Pujian yang diperbolehkan untuk diberikan kepada saudara kita adalah pujian yang tidak berlebihan dan orang yang dipuji tidak dikhawatirkan merasa bangga diri, maka pujian seperti ini diperbolehkan. Oleh karena itu, pujian dengan sesuatu yang sesuai fakta dan dengan sewajarnya sajalah yang diperbolehkan. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihiwasallam pun dipuji dalam syair, khutbah, dan pembicaraan. Akan tetapi, Nabi shallallahu ‘alaihiwasallam tidak menaburkan debu ke muka orang yang memujinya dengan pujian yang wajar tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar